Senandung lembut dengan makna yang sangat percaya diri yang dilantunkan oleh penyanyi sekaligus novelis Dewi Lestari ini telah sanggup membangkitkan dan membakar semangatku dalam memulai langkah awal di tahun yang sarat dengan beragam rencana yang lebih mengarah ke jaminan ketenangan masa depanku nanti. Masa depan yang mungkin akan tetap dengan keputusanku untuk melewatinya 'seorang diri'.
Dalam urusan percintaan, diantara sahabat-sahabat yang selalu setia berbagi tangis maupun tawa dan selalu mendukungku untuk segera menjalin satu hubungan yang baru, aku mungkin tergolong orang yang sangat hati-hati. Walau dalam pergaulan aku termasuk orang yang sangat mudah beradaptasi tapi kalau sudah menyangkut urusan hati aku tidak pernah berani berspekulasi.
Bukannya aku menutup mata dan telinga pada semua pencerahan yang tidak pernah mengenal kata lelah selalu diberikan oleh orang-orang terdekatku. Tapi lebih kepada aku sendiri belum yakin apakah aku akan sanggup bertahan apabila suatu hari nanti aku kembali dihadapkan pada satu hubungan baru yang tidak sejalan dan kemudian kandas kembali di tengah jalan seperti dua hubungan seriusku yang pernah terjalin di tahun-tahun lalu.
Berikut adalah percakapanku dengan salah satu sosok yang sampai detik ini masih misterius namun sedikit banyak telah memberikan pembelajaran mengenai kecerdasan pola pikir seseorang;
“Tidak ada kata yang lebih cocok dalam bahasa apapun untuk make love. I love that word, not love that we was said; i love u, i m fucking love u. No! absolutely not. Make love is bring each other without think, take each other without loose. Just... no word for that.” Ungkapnya di tengah percakapan dini hari kami yang mulai menghangat.
“Jujur aku ingin sekali mencoba berpikiran bebas seperti itu, tapi aku masih ragu. Apa aku bisa? Bisa melakukan dan menjalaninya tanpa melibatkan perasaan sebelumnya? Tanpa ada harapan ke depannya?” ujarku ragu pada keyakinanku untuk mencoba suatu hubungan yang baru.
“Why not?”
“Kamu bisa bilang begitu karena seperti yang pernah kamu katakan, kamu pecinta kebebasan sementara aku pemuja cinta.”
“Cinta yang mana? apa kamu pikir adam dan hawa ada perasaan dan urusan dengan masa depannya ketika make love?”
“Yang bikin hatiku berdebar-debar, dadaku berbunga-bunga dan bikin aku senyum-senyum sendiri setiap mengingat sosok yang tengah memenuhi pikiranku.”
“Apakah kamu tidak sedang berdebar-debar jika chat denganku? apakah kamu tidak berbunga-bunga membaca ketikanku? apakah kamu tidak sewot dan penasaran menungguku 'OL'? Bagaimana, kamu ada jawaban untuk itu?”
“Bagaimana yaaa...?”
“Tidak usah kamu jawab, itu memang cinta.”
“Masalahnya selama ini aku bertahan untuk tidak menjalin hubungan baru karena aku tidak hanya mencari pacar tapi mencari seseorang yang bisa menemaniku menghabiskan hari-hari sambil merenda cita-cita bersama.”
“Seperti yang kamu bilang tadi, aku setuju. Tapi itu masalah lain, kawan-kawan hetero menyebutnya perkawinan. Itu masalah lain menurutku dan aku tidak memaksakan kepada kepala semua orang apa yang menjadi pandangan hidupku.”
“Itulah mengapa akhir-akhir ini aku lebih cenderung pasrah dan terkesan tidak berusaha untuk segera mencari pendamping hidup yang baru. Dalam urusan masa depan aku selalu memperhitungkan resiko terpahit, seandainya sampai tua nanti aku tidak berhasil menemukan sosok pendamping yang aku harapkan. Aku akan merasa puas dengan membaktikan diri di panti asuhan yang aku dirikan sendiri dan menebar kasih sayang kepada anak-anak yatim piatu yang pastinya lebih membutuhkan uluran ketulusanku. Ini menjadi impian terakhirku, yang penting masa tuaku tetap bisa menjadi sosok yang berguna dan tidak sendirian.”
“Masalah jaminan hari tua adalah masalah perhitungan yang lebih rumit. Seperti kita tahu, dalam urusan jaminan masa depan ada yang berhitung secara politik seperti masa raja-raja dulu atau kalau yang sekarang perkawinan Tomy Suharto dengan Tata yang putri keraton solo. Atau melihat dari bibit bebet bobot dengan melihat hubungan kekeluargaan seperti kebanyakan budaya jawa dengan anak saudaranya, bibinya, dan lain-lain. Atau karena masalah ekonomi dengan anak bosnya anak rekanan bisnisnya agar bisa merger dan demi keamanan ekonomi milih pendamping yang lebih kaya, biar tua asal kaya. Atau hanya untuk kepuasan nafsu belaka; cantik, dadanya besar, kurus, gemuk, semok, dan sebagainya. Atau ketakutan sendiri di hari tua seperti yang kamu katakan. Menurutku itu bukan cinta, itu perhitungan matematis politis dagang setelah cinta. Seperti yang kamu katakan tadi tentang debaran, cinta akan ada selamanya apabila tidak dibumbui semua perhitungan itu.”
“Yup! Mungkin aku telah salah mengartikan tentang cinta. Sebetulnya aku lebih suka menggunakan kata sayang daripada kata cinta, karena menurutku cinta itu identik dengan nafsu tetapi kalau sayang abadi sepanjang jaman dan tidak pernah mengenal batasan. Dan aku cukup mengenal diriku sendiri, yang sulit melupakan apabila sudah jatuh sayang kepada seseorang. Inilah yang membuat aku selalu maju mundur dalam memulai satu hubungan baru. Aku masih trauma dengan rasa sakit yang pernah ditinggalkannya, aku takut jatuh lagi. Walaupun begitu, rasa sayangku tidak pernah hilang terhadap semua orang yang pernah membuat aku kecewa.”
“Cinta itu tidak naik ke mana-mana. Cinta tidak pernah menimbulkan rasa sakit. Cinta itu cinta saja, tidak bisa selesai dengan kumpulan puisi yang pernah di tulis tentangnya. Itulah mengapa aku tidak pernah suka menulis puisi tentang cinta. Aku suka membacanya tapi tidak pernah suka untuk menulisnya karena aku tidak mau menjadi orang yang munafik, yang selalu berteriak tentang keagungan cinta tetapi tidak pernah benar-benar memahami kedalaman dari makna cinta itu sendiri.”
“Ok, itu seandainya ada cinta. Bagaimana caranya aku bisa yakin tentang perasaan pasanganku yang sebenarnya sementara aku sendiri belum cukup lama mengenal kepribadian dia. Aku mengerti untuk lebih mengenal kepribadian seseorang mebutuhkan proses. Dengan mantanku yang sempat menjalin hubungan kurang dari satu tahun aku telah gagal melewati proses itu. Dan dengan mantanku yang pernah melewati hari-hari di bawah satu atap selama lebih dari sembilan tahunpun, pada akhirnya aku tidak yakin kalau dia benar-benar tulus cinta kepadaku. Dalam hal pandanganmu tentang cinta, aku setuju kalau cinta bukan penyebab dari rasa sakit. Yang menjadi penyebab dari rasa sakit dalam setiap hubungan yang kandas adalah harapan yang terpuruk, yang terlepas.”
“Ya, karena sudah ada perhitungan di kepalamu, lalu di ciptakan kisah klise tentang cinta yang berkorban atau semakin mengada-ada tentang cinta yang tak harus memiliki. Memang seperti itu tapi tidak benar begitu. Sebagai contoh kalau kamu cinta aku, kamu tidak akan membiarkan aku tua sendirian. Walaupun kamu telah berhitung tentang jaminan hari tuamu dengan sosok selain aku, itu hakmu, itu perasaanmu, tidak ada yang salah dengan semua itu. Aku tidak sedang ingin berdebat, aku hanya ingin menyampaikan pandanganku tentang cinta. Karena kalau benar ada cinta dalam diri pasangan kita, dia akan selalu ada untuk kita dan dengan segala daya akan berusaha untuk selalu menjaga kita.”
“Maksud?”
“Maksudku kalau sudah ada cinta, walaupun nanti kamu menemukan seseorang yang dengan perhitunganmu apapun itu lebih membuatmu merasa aman, aku yakin kamu pasti akan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. Aku yakin kamu akan ada untukku walaupun aku terjangkit HIV misalnya, kamu pasti tidak akan menjauh dariku tapi malah akan memelukku dan memberikan semangat kepadaku untuk tetap bertahan hidup. Aku yakin itu, dengan sepenuh hati dan hidupku. Demikian juga sebaliknya, kalau sudah ada cinta diantara kita tidak ada yang perlu ditakutkan.”
“Aku kok jadi mellow lagi ya?! Mungkin aku kelihatan lemah atau cengeng, atau norak dan atau-atau lainnya, tapi itulah aku, selalu takut pada perasaanku sendiri. Dalam berhubungan dengan siapapun aku lebih cenderung menekan perasaanku dan selalu takut melihat sorot kekecewaan terpancar di mata pasangan atau lawan bicaraku. Apabila aku kecewa aku lebih suka berdiam diri dan mencoba mencari kesalahan pada sikap atau cara bicaraku yang mungkin tanpa sadar telah salah. Aku selalu menghargai pilihan orang lain walaupun pilihannya itu tidak sejalan dengan pikiranku, karena aku yakin segala pilihan pasti ada alasan. Dan itu merupakan hak semua orang dalam mengekspresikan kebebasannya.”
“SERATUS! Dan itu cinta. Tapi ketika kamu takut sendiri ketika tua, kamu mulai berhitung. Memang ada cinta, tapi bukan lagi cinta yang indah. Cintamu sudah terkontaminasi dengan segala perhitungan yang akhirnya membuatmu jatuh, karena ketika perhitungan itu meleset maka cintamu akan membuatmu kecewa. Perhitungan itu berasal dari kepala, output dari input yang masuk ke kepala. Sedangkan cinta itu antah berantah, tidak pernah jelas asalnya. Ada yang bilang cinta itu datang dari hati, dari senyuman, dari pandangan pertama. Itu semua benar tapi hanya sebagian karena bagian yang lainnya para penulis belum menemukan, sehingga selalu berubah menjadi gagap ketika menuangkannya ke dalam bentuk tulisan karena mengandung intepretasi personal sehingga menjadi jauh dari tujuan yang sebetulnya ingin dicapai oleh si penulis.
“Ngomong-ngomong sudah mau masuk ke subuh nih, kamu gak istirahat dulu? Besok kamu harus kerja kan?”
“Yup, besok aku kerja. Ok aku istirahat dulu ya, kamu juga. Lagian aku sudah janji dalam hati sama mamaku untuk tidur di pelukannya. Seperti itu lah kira-kira cinta. Mama. Aku yakin seandainya aku berterus terang punya hubungan denganmu atau cewek lainnya dia akan kecewa tapi tetap saja karena ada cinta aku yakin dia akan ada untukku.”
“Ya, cinta seorang ibu. Sudah cepetan sana, nyusup ke pelukan mama. Biarpun hanya dua jam, lumayan untuk menghilangkan kantuk agar tidak terlihat loyo di tempat kerja.”
“Ok, besok kita teruskan. Kita cuma brainstorming, aku suka itu.”
“Yup, aku juga suka. Thanks for all.”
“Thanks to you too, see you.”
“Have a nice dreams, see you too.”
Alunan 'Malaikat juga tahu'nya Dewi Lestari masih menemaniku ketika setengah terpaksa aku menutup tampilan windows di laptopku.
(Dedicated to My Mysterious Angel)
***
Lelahmu... jadi lelahku juga
Bahagiamu... bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Reff:
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan
Namun kasih ini, silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian, tetapi kesempatan
Untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi... siap untuk diuji
Ku percaya diri, cintakulah yang sejati
kembali ke Reff. (Namun... )
Kau selalu meminta terus kutemani
Dan kau s'lalu bercanda andai wajahku diganti
Melarangku pergi karena tak sanggup sendiri
Dalam urusan percintaan, diantara sahabat-sahabat yang selalu setia berbagi tangis maupun tawa dan selalu mendukungku untuk segera menjalin satu hubungan yang baru, aku mungkin tergolong orang yang sangat hati-hati. Walau dalam pergaulan aku termasuk orang yang sangat mudah beradaptasi tapi kalau sudah menyangkut urusan hati aku tidak pernah berani berspekulasi.
Bukannya aku menutup mata dan telinga pada semua pencerahan yang tidak pernah mengenal kata lelah selalu diberikan oleh orang-orang terdekatku. Tapi lebih kepada aku sendiri belum yakin apakah aku akan sanggup bertahan apabila suatu hari nanti aku kembali dihadapkan pada satu hubungan baru yang tidak sejalan dan kemudian kandas kembali di tengah jalan seperti dua hubungan seriusku yang pernah terjalin di tahun-tahun lalu.
Berikut adalah percakapanku dengan salah satu sosok yang sampai detik ini masih misterius namun sedikit banyak telah memberikan pembelajaran mengenai kecerdasan pola pikir seseorang;
“Tidak ada kata yang lebih cocok dalam bahasa apapun untuk make love. I love that word, not love that we was said; i love u, i m fucking love u. No! absolutely not. Make love is bring each other without think, take each other without loose. Just... no word for that.” Ungkapnya di tengah percakapan dini hari kami yang mulai menghangat.
“Jujur aku ingin sekali mencoba berpikiran bebas seperti itu, tapi aku masih ragu. Apa aku bisa? Bisa melakukan dan menjalaninya tanpa melibatkan perasaan sebelumnya? Tanpa ada harapan ke depannya?” ujarku ragu pada keyakinanku untuk mencoba suatu hubungan yang baru.
“Why not?”
“Kamu bisa bilang begitu karena seperti yang pernah kamu katakan, kamu pecinta kebebasan sementara aku pemuja cinta.”
“Cinta yang mana? apa kamu pikir adam dan hawa ada perasaan dan urusan dengan masa depannya ketika make love?”
“Yang bikin hatiku berdebar-debar, dadaku berbunga-bunga dan bikin aku senyum-senyum sendiri setiap mengingat sosok yang tengah memenuhi pikiranku.”
“Apakah kamu tidak sedang berdebar-debar jika chat denganku? apakah kamu tidak berbunga-bunga membaca ketikanku? apakah kamu tidak sewot dan penasaran menungguku 'OL'? Bagaimana, kamu ada jawaban untuk itu?”
“Bagaimana yaaa...?”
“Tidak usah kamu jawab, itu memang cinta.”
“Masalahnya selama ini aku bertahan untuk tidak menjalin hubungan baru karena aku tidak hanya mencari pacar tapi mencari seseorang yang bisa menemaniku menghabiskan hari-hari sambil merenda cita-cita bersama.”
“Seperti yang kamu bilang tadi, aku setuju. Tapi itu masalah lain, kawan-kawan hetero menyebutnya perkawinan. Itu masalah lain menurutku dan aku tidak memaksakan kepada kepala semua orang apa yang menjadi pandangan hidupku.”
“Itulah mengapa akhir-akhir ini aku lebih cenderung pasrah dan terkesan tidak berusaha untuk segera mencari pendamping hidup yang baru. Dalam urusan masa depan aku selalu memperhitungkan resiko terpahit, seandainya sampai tua nanti aku tidak berhasil menemukan sosok pendamping yang aku harapkan. Aku akan merasa puas dengan membaktikan diri di panti asuhan yang aku dirikan sendiri dan menebar kasih sayang kepada anak-anak yatim piatu yang pastinya lebih membutuhkan uluran ketulusanku. Ini menjadi impian terakhirku, yang penting masa tuaku tetap bisa menjadi sosok yang berguna dan tidak sendirian.”
“Masalah jaminan hari tua adalah masalah perhitungan yang lebih rumit. Seperti kita tahu, dalam urusan jaminan masa depan ada yang berhitung secara politik seperti masa raja-raja dulu atau kalau yang sekarang perkawinan Tomy Suharto dengan Tata yang putri keraton solo. Atau melihat dari bibit bebet bobot dengan melihat hubungan kekeluargaan seperti kebanyakan budaya jawa dengan anak saudaranya, bibinya, dan lain-lain. Atau karena masalah ekonomi dengan anak bosnya anak rekanan bisnisnya agar bisa merger dan demi keamanan ekonomi milih pendamping yang lebih kaya, biar tua asal kaya. Atau hanya untuk kepuasan nafsu belaka; cantik, dadanya besar, kurus, gemuk, semok, dan sebagainya. Atau ketakutan sendiri di hari tua seperti yang kamu katakan. Menurutku itu bukan cinta, itu perhitungan matematis politis dagang setelah cinta. Seperti yang kamu katakan tadi tentang debaran, cinta akan ada selamanya apabila tidak dibumbui semua perhitungan itu.”
“Yup! Mungkin aku telah salah mengartikan tentang cinta. Sebetulnya aku lebih suka menggunakan kata sayang daripada kata cinta, karena menurutku cinta itu identik dengan nafsu tetapi kalau sayang abadi sepanjang jaman dan tidak pernah mengenal batasan. Dan aku cukup mengenal diriku sendiri, yang sulit melupakan apabila sudah jatuh sayang kepada seseorang. Inilah yang membuat aku selalu maju mundur dalam memulai satu hubungan baru. Aku masih trauma dengan rasa sakit yang pernah ditinggalkannya, aku takut jatuh lagi. Walaupun begitu, rasa sayangku tidak pernah hilang terhadap semua orang yang pernah membuat aku kecewa.”
“Cinta itu tidak naik ke mana-mana. Cinta tidak pernah menimbulkan rasa sakit. Cinta itu cinta saja, tidak bisa selesai dengan kumpulan puisi yang pernah di tulis tentangnya. Itulah mengapa aku tidak pernah suka menulis puisi tentang cinta. Aku suka membacanya tapi tidak pernah suka untuk menulisnya karena aku tidak mau menjadi orang yang munafik, yang selalu berteriak tentang keagungan cinta tetapi tidak pernah benar-benar memahami kedalaman dari makna cinta itu sendiri.”
“Ok, itu seandainya ada cinta. Bagaimana caranya aku bisa yakin tentang perasaan pasanganku yang sebenarnya sementara aku sendiri belum cukup lama mengenal kepribadian dia. Aku mengerti untuk lebih mengenal kepribadian seseorang mebutuhkan proses. Dengan mantanku yang sempat menjalin hubungan kurang dari satu tahun aku telah gagal melewati proses itu. Dan dengan mantanku yang pernah melewati hari-hari di bawah satu atap selama lebih dari sembilan tahunpun, pada akhirnya aku tidak yakin kalau dia benar-benar tulus cinta kepadaku. Dalam hal pandanganmu tentang cinta, aku setuju kalau cinta bukan penyebab dari rasa sakit. Yang menjadi penyebab dari rasa sakit dalam setiap hubungan yang kandas adalah harapan yang terpuruk, yang terlepas.”
“Ya, karena sudah ada perhitungan di kepalamu, lalu di ciptakan kisah klise tentang cinta yang berkorban atau semakin mengada-ada tentang cinta yang tak harus memiliki. Memang seperti itu tapi tidak benar begitu. Sebagai contoh kalau kamu cinta aku, kamu tidak akan membiarkan aku tua sendirian. Walaupun kamu telah berhitung tentang jaminan hari tuamu dengan sosok selain aku, itu hakmu, itu perasaanmu, tidak ada yang salah dengan semua itu. Aku tidak sedang ingin berdebat, aku hanya ingin menyampaikan pandanganku tentang cinta. Karena kalau benar ada cinta dalam diri pasangan kita, dia akan selalu ada untuk kita dan dengan segala daya akan berusaha untuk selalu menjaga kita.”
“Maksud?”
“Maksudku kalau sudah ada cinta, walaupun nanti kamu menemukan seseorang yang dengan perhitunganmu apapun itu lebih membuatmu merasa aman, aku yakin kamu pasti akan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. Aku yakin kamu akan ada untukku walaupun aku terjangkit HIV misalnya, kamu pasti tidak akan menjauh dariku tapi malah akan memelukku dan memberikan semangat kepadaku untuk tetap bertahan hidup. Aku yakin itu, dengan sepenuh hati dan hidupku. Demikian juga sebaliknya, kalau sudah ada cinta diantara kita tidak ada yang perlu ditakutkan.”
“Aku kok jadi mellow lagi ya?! Mungkin aku kelihatan lemah atau cengeng, atau norak dan atau-atau lainnya, tapi itulah aku, selalu takut pada perasaanku sendiri. Dalam berhubungan dengan siapapun aku lebih cenderung menekan perasaanku dan selalu takut melihat sorot kekecewaan terpancar di mata pasangan atau lawan bicaraku. Apabila aku kecewa aku lebih suka berdiam diri dan mencoba mencari kesalahan pada sikap atau cara bicaraku yang mungkin tanpa sadar telah salah. Aku selalu menghargai pilihan orang lain walaupun pilihannya itu tidak sejalan dengan pikiranku, karena aku yakin segala pilihan pasti ada alasan. Dan itu merupakan hak semua orang dalam mengekspresikan kebebasannya.”
“SERATUS! Dan itu cinta. Tapi ketika kamu takut sendiri ketika tua, kamu mulai berhitung. Memang ada cinta, tapi bukan lagi cinta yang indah. Cintamu sudah terkontaminasi dengan segala perhitungan yang akhirnya membuatmu jatuh, karena ketika perhitungan itu meleset maka cintamu akan membuatmu kecewa. Perhitungan itu berasal dari kepala, output dari input yang masuk ke kepala. Sedangkan cinta itu antah berantah, tidak pernah jelas asalnya. Ada yang bilang cinta itu datang dari hati, dari senyuman, dari pandangan pertama. Itu semua benar tapi hanya sebagian karena bagian yang lainnya para penulis belum menemukan, sehingga selalu berubah menjadi gagap ketika menuangkannya ke dalam bentuk tulisan karena mengandung intepretasi personal sehingga menjadi jauh dari tujuan yang sebetulnya ingin dicapai oleh si penulis.
“Ngomong-ngomong sudah mau masuk ke subuh nih, kamu gak istirahat dulu? Besok kamu harus kerja kan?”
“Yup, besok aku kerja. Ok aku istirahat dulu ya, kamu juga. Lagian aku sudah janji dalam hati sama mamaku untuk tidur di pelukannya. Seperti itu lah kira-kira cinta. Mama. Aku yakin seandainya aku berterus terang punya hubungan denganmu atau cewek lainnya dia akan kecewa tapi tetap saja karena ada cinta aku yakin dia akan ada untukku.”
“Ya, cinta seorang ibu. Sudah cepetan sana, nyusup ke pelukan mama. Biarpun hanya dua jam, lumayan untuk menghilangkan kantuk agar tidak terlihat loyo di tempat kerja.”
“Ok, besok kita teruskan. Kita cuma brainstorming, aku suka itu.”
“Yup, aku juga suka. Thanks for all.”
“Thanks to you too, see you.”
“Have a nice dreams, see you too.”
Alunan 'Malaikat juga tahu'nya Dewi Lestari masih menemaniku ketika setengah terpaksa aku menutup tampilan windows di laptopku.
(Dedicated to My Mysterious Angel)
***
Lelahmu... jadi lelahku juga
Bahagiamu... bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Reff:
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap, tak cemerlang, tak rupawan
Namun kasih ini, silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian, tetapi kesempatan
Untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi... siap untuk diuji
Ku percaya diri, cintakulah yang sejati
kembali ke Reff. (Namun... )
Kau selalu meminta terus kutemani
Dan kau s'lalu bercanda andai wajahku diganti
Melarangku pergi karena tak sanggup sendiri
Hidup akan berarti bagi mereka yang saling menyayangi... :)
BalasHapusYup, thanks sudah mampir Joe
BalasHapus